Menjawab tuntutan dan tantangan komunikasi global lewat
Internet, Undang-Undang yang diharapkan (ius konstituendum) adalah perangkat
hukum yang akomodatif terhadap perkembangan serta antisipatif terhadap
permasalahan, termasuk dampak negatif penyalahgunaan Internet dengan berbagai
motivasi yang dapat menimbulkan korban-korban seperti kerugian materi dan non
materi. Saat ini, Indonesia belum memiliki Undang - Undang khusus/ cyber law
yang mengatur mengenai cybercrime Tetapi, terdapat beberapa hukum positif lain
yang berlaku umum dan dapat dikenakan bagi para pelaku cybercrime terutama
untuk kasuskasus yang menggunakan komputer sebagai sarana, antara lain:
a. Kitab Undang Undang Hukum Pidana
Dalam upaya menangani kasus-kasus yang terjadi para penyidik
melakukan analogi atau perumpamaan dan persamaaan terhadap pasal-pasal yang ada
dalam KUHP. Pasal-pasal didalam KUHP biasanya digunakan lebih dari satu Pasal
karena melibatkan beberapa perbuatan sekaligus pasal - pasal yang dapat
dikenakan dalam KUHP pada cybercrime antara lain :
Pasal 362 KUHP yang dikenakan untuk kasus carding dimana
pelaku mencuri nomor kartu kredit milik orang lain walaupun tidak secara fisik
karena hanya nomor kartunya saja yang diambil dengan menggunakan software card
generator di Internet untuk melakukan transaksi di e-commerce. Setelah
dilakukan transaksi dan barang dikirimkan, kemudian penjual yang ingin
mencairkan uangnya di bank ternyata ditolak karena pemilik kartu bukanlah orang
yang melakukan transaksi.
Pasal 378 KUHP dapat dikenakan untuk penipuan dengan seolah
olah menawarkan dan menjual suatu produk atau barang dengan memasang iklan di
salah satu website sehingga orang tertarik untuk membelinya lalu mengirimkan uang
kepada pemasang iklan. Tetapi, pada kenyataannya, barang tersebut tidak ada.
Hal tersebut diketahui setelah uang dikirimkan dan barang yang dipesankan tidak
datang sehingga pembeli tersebut menjadi tertipu.
Pasal 335 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pengancaman dan
pemerasan yang dilakukan melalui e-mail yang dikirimkan oleh pelaku untuk
memaksa korban melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pelaku
dan jika tidak dilaksanakan akan membawa dampak yang membahayakan. Hal ini
biasanya dilakukan karena pelaku biasanya mengetahui rahasia korban.
Pasal 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pencemaran nama
baik dengan menggunakan media Internet. Modusnya adalah pelaku menyebarkan
email kepada teman-teman korban tentang suatu cerita yang tidak benar atau
mengirimkan email ke suatu mailing list sehingga banyak orang mengetahui cerita
tersebut.
Pasal 303 KUHP dapat dikenakan untuk menjerat permainan judi
yang dilakukan secara online di Internet dengan penyelenggara dari Indonesia.
Pasal 282 KUHP dapat dikenakan untuk penyebaran pornografi
maupun website porno yang banyak beredar dan mudah diakses di Internet.
Walaupun berbahasa Indonesia, sangat sulit sekali untuk menindak pelakunya
karena mereka melakukan pendaftaran domain tersebut diluar negri dimana
pornografi yang menampilkan orang dewasa bukan merupakan hal yang ilegal.
Pasal 282 dan 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus
penyebaran foto atau film pribadi seseorang yang vulgar di Internet , misalnya
kasus-kasus video porno para mahasiswa.
Pasal 378 dan 262 KUHP dapat dikenakan pada kasus carding,
karena pelaku melakukan penipuan seolah-olah ingin membeli suatu barang dan
membayar dengan kartu kreditnya yang nomor kartu kreditnya merupakan curian.
Pasal 406 KUHP dapat dikenakan pada kasus deface atau
hacking yang membuat sistem milik orang lain, seperti website atau program
menjadi tidak berfungsi atau dapat digunakan sebagaimana mestinya.
b. Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Menurut Pasal 1 angka (8) Undang - Undang No 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta, program komputer adalah sekumpulan intruksi yang diwujudkan
dalam bentuk bahasa, kode, skema ataupun bentuk lain yang apabila digabungkan
dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer
bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang
khusus, termasuk persiapan dalam merancang intruksi-intruksi tersebut. Hak
cipta untuk program komputer berlaku selama 50 tahun (Pasal 30). Harga program
komputer/ software yang sangat mahal bagi warga negara Indonesia merupakan
peluang yang cukup menjanjikan bagi para pelaku bisnis guna menggandakan serta
menjual software bajakan dengan harga yang sangat murah.
Misalnya, program anti virus seharga $ 50 dapat dibeli
dengan harga Rp20.000,00. Penjualan dengan harga sangat murah dibandingkan
dengan software asli tersebut menghasilkan keuntungan yang sangat besar bagi
pelaku sebab modal yang dikeluarkan tidak lebih dari Rp 5.000,00 perkeping.
Maraknya pembajakan software di Indonesia yang terkesan “dimaklumi” tentunya
sangat merugikan pemilik hak cipta. Tindakan pembajakan program komputer
tersebut juga merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 72 ayat (3)
yaitu “Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk
kepentingan komersial suatu program komputer dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah) “.
c. Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
Menurut Pasal 1 angka (1) Undang - Undang No 36 Tahun 1999,
Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan dan
setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan
bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.
Dari definisi tersebut, maka Internet dan segala fasilitas yang dimilikinya
merupakan salah satu bentuk alat komunikasi karena dapat mengirimkan dan menerima
setiap informasi dalam bentuk gambar, suara maupun film dengan sistem
elektromagnetik. Penyalahgunaan Internet yang mengganggu ketertiban umum atau
pribadi dapat dikenakan sanksi dengan menggunakan Undang- Undang ini, terutama
bagi para hacker yang masuk ke sistem jaringan milik orang lain sebagaimana
diatur pada Pasal 22, yaitu Setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa
hak, tidak sah, atau memanipulasi:
Akses ke jaringan telekomunikasi
Akses ke jasa telekomunikasi
Akses ke jaringan telekomunikasi khusus
Apabila anda melakukan hal tersebut seperti yang pernah
terjadi pada website KPU www.kpu.go.id, maka dapat dikenakan Pasal 50 yang
berbunyi “Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)”
d. Undang-Undang No 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan
Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 tanggal
24 Maret 1997 tentang Dokumen Perusahaan, pemerintah berusaha untuk mengatur
pengakuan atas mikrofilm dan media lainnya (alat penyimpan informasi yang bukan
kertas dan mempunyai tingkat pengamanan yang dapat menjamin keaslian dokumen
yang dialihkan atau ditransformasikan. Misalnya Compact Disk - Read Only Memory
(CD - ROM), dan Write - Once -Read - Many (WORM), yang diatur dalam Pasal 12
Undang-Undang tersebut sebagai alat bukti yang sah.
e. Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas
Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
Undang-Undang ini merupakan Undang-Undang yang paling ampuh
bagi seorang penyidik untuk mendapatkan informasi mengenai tersangka yang
melakukan penipuan melalui Internet, karena tidak memerlukan prosedur birokrasi
yang panjang dan memakan waktu yang lama, sebab penipuan merupakan salah satu
jenis tindak pidana yang termasuk dalam pencucian uang (Pasal 2 Ayat (1) Huruf
q). Penyidik dapat meminta kepada bank yang menerima transfer untuk memberikan
identitas dan data perbankan yang dimiliki oleh tersangka tanpa harus mengikuti
peraturan sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan. Dalam
Undang-Undang Perbankan identitas dan data perbankan merupakan bagian dari
kerahasiaan bank sehingga apabila penyidik membutuhkan informasi dan data
tersebut, prosedur yang harus dilakukan adalah engirimkan surat dari Kapolda ke
Kapolri untuk diteruskan ke Gubernur Bank Indonesia. Prosedur tersebut memakan
waktu yang cukup lama untuk mendapatkan data dan informasi yang diinginkan.
Dalam
Undang-Undang Pencucian Uang proses tersebut lebih cepat karena Kapolda cukup
mengirimkan surat kepada Pemimpin Bank Indonesia di daerah tersebut dengan
tembusan kepada Kapolri dan Gubernur Bank Indonesia, sehingga data dan
informasi yang dibutuhkan lebih cepat didapat dan memudahkan proses
penyelidikan terhadap pelaku, karena data yang diberikan oleh pihak bank,
berbentuk: aplikasi pendaftaran, jumlah rekening masuk dan keluar serta kapan
dan dimana dilakukan transaksi maka penyidik dapat menelusuri keberadaan pelaku
berdasarkan data– data tersebut. Undang-Undang ini juga mengatur mengenai alat
bukti elektronik atau digital evidence sesuai dengan Pasal 38 huruf b yaitu
alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau
disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.
f. Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Terorisme
Selain Undang-Undang No. 25 Tahun 2003, Undang-Undang ini
mengatur mengenai alat bukti elektronik sesuai dengan Pasal 27 huruf b yaitu
alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau
disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.
Digital evidence atau alat bukti elektronik sangatlah berperan dalam
penyelidikan kasus terorisme, karena saat ini komunikasi antara para pelaku di
lapangan dengan pimpinan atau aktor intelektualnya dilakukan dengan
memanfaatkan fasilitas di Internet untuk menerima perintah atau menyampaikan
kondisi di lapangan karena para pelaku mengetahui pelacakan terhadap Internet
lebih sulit dibandingkan pelacakan melalui handphone. Fasilitas yang sering
digunakan adalah e-mail dan chat room selain mencari informasi dengan
menggunakan search engine serta melakukan propaganda melalui bulletin board atau
mailing list.
g. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet &
Transaksi Elektronik
Undang-undang ini, yang telah disahkan dan diundangkan pada
tanggal 21 April 2008, walaupun sampai dengan hari ini belum ada sebuah PP yang
mengatur mengenai teknis pelaksanaannya, namun diharapkan dapat menjadi sebuah
undang-undang cyber atau cyberlaw guna menjerat pelaku-pelaku cybercrime yang
tidak bertanggungjawab dan menjadi sebuah payung hukum bagi masyarakat pengguna
teknologi informasi guna mencapai sebuah kepastian hukum.
0 comments:
Post a Comment